Hasil yang baik sudah pasti berawal dari sesuatu yang baik pula, mulai dari niat kita dalam mendidik anak, hingga cara cara kita mendidik anak anak kita.
Seringkali kita mendengar atau bahkan kita sendiri yang mengucapkan kalimat,
'' Anakku ini lho Waduuuh nakalnya minta ampun,!.''
atau
''Kamu itu nakal sekali sih, Susah di bilanginnya.''
baik saat cerita kepada teman, atau kita ucapkan kepada anak.
'' Anakku ini lho Waduuuh nakalnya minta ampun,!.''
atau
''Kamu itu nakal sekali sih, Susah di bilanginnya.''
baik saat cerita kepada teman, atau kita ucapkan kepada anak.
padahal kadang
maksudnya sekadar mengingatkan anak agar tidak nakal. Namun apabila anak
konsisten mendapatkan sebutan nakal, akan berpengaruh pada dirinya. Sebutan buruk cenderung berdampak yang buruk pula. Nakal adalah predikat yang tak
diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh si anak sendiri. Namun,
seringkali lingkungan telah memberikan predikat itu kepada si anak: kamu
anak nakal, kamu anak kurang ajar, kamu anak susah diatur, Atau yang lainnya. Akibatnya, si anak merasa divonis.
Jangan Sebut Anak Nakal
Bagaimanapun nakalnya si anak, pada mulanya
tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi, jika sudah sampai
menjadi bahan tertawaan, cemoohan, dan ejekan, akan sangat menggores
relung hatinya yang paling dalam. Hatinya luka. Jika tuduhan nakal itu
diberikan berulang-ulang oleh banyak orang, akan menjadikan anak yakin
bahwa ia memang nakal Ia akan berusaha melawan
tuduhan itu, namun justru dengan tindak kenakalannya yang lebih lanjut.
Hendaknya orang tua menyadari bahwa
mengingatkan kesalahan anak tidak identik dengan memberikan predikat
“nakal” kepadanya. Nakal itu —di telinga siapa pun yang masih waras—
senantiasa berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru
lantaran diberi predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!
Mengingatkan kesalahan anak hendaknya
dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, mereka masih kecil. Sangat
mungkin melakukan kesalahan karena ketidaktahuan, atau karena
sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk kenakalan anak, biasanya
ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan evaluasi diri bagi
para pendidik dan orang tua.
Banyak kisah tentang anak-anak kecil yang
cacat atau meninggal di tangan orang tuanya sendiri. Cara-cara
kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak seringkali
tidak tepat. Watak anak sebenarnya lemah dan bahkan lembut. Mereka tak
suka pada kekerasan. Jika disuruh memilih antara punya bapak yang galak
atau yang penyabar lagi penyayang, tentu mereka akan memilih tipe kedua.
Artinya, hendaknya orang tua berpikiran “tua” dalam mendidik
anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil langkah.
Sekali lagi, jangan cepat memberi predikat negatif.
Hal itu akan membawa dampak psikologis yang traumatik bagi anak. Belum
tentu anak yang sulit diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah
tanda-tanda kecerdasan dan kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya
saja, orang tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini.
Coba kita pahami
Bila anak sering dikritik, ia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, ia belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, ia belajar menjadi pemalu
Bila anak sering dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, ia belajar menjadi sabar
Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai
Bila anak mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil
Bila anak merasa aman, ia belajar percaya
Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya
Bila anak diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.
Cara Pandang Positif
Hendaknya orang tua selalu memiliki cara pandang positif terhadap anak. Jika anak sulit diatur, maka ia berpikir bahwa anaknya kelebihan energi potensial yang belum tersalurkan. Maka orang tua berusaha untuk memberikan saluran bagi energi potensial anaknya yang melimpah ruah itu, dengan berbagai kegiatan yang positif. Selama ini anaknya belum mendapatkan alternatif kegiatan yang memadai untuk menyalurkan berbagai potensinya. Dengan cara pandang positif seperti itu, orang tua tidak akan emosional dalam menghadapi ketidaktertiban anak. Orang tua akan cenderung introspeksi dalam dirinya, bukan sekadar menyalahkan anak dan memberikan klaim negatif seperti kata nakal. Orang tua akan lebih lembut dalam berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk mencari jalan keluar terbaik. Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata kasar, bukan dengan pemberian predikat nakal.
“Kamu anak baik. Tolong lebih mendengar pesan ibu ya Nak”,
ungkapan ini sangat indah dan positif.
“Bapak bangga punya anak kamu. Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi perbuatanmu ini ya Nak”, kalimat seperti ini juga memicu anak untuk tidak mengulangi kenakalannya.
Semoga kita mampu
menjadi orang tua yang bijak dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan
tumbuh kembang anak-anak kita. Hentikan sebutan nakal untuk mendidik
anak-anak. Jika Cara mendidik anak seperti ini terbiasa dirumah atau
dikeluarga kita, mustahil anak kita tidak menjadi orang yang baik,
karena dia (anak) lebih pandai untuk menghargai cara terbaik mendidik
dirinya, dan yang perlu dipahami, anak kita masih anak-anak, maka jangan
samakan dengan kita(orang tua) yang sudah lulus dipanggil ‘anak-anak’.
sekian dan
Terimakasih